MUI Apresiasi LDII dalam Lestarikan Bumi dengan program Pilah Sampah
Jakarta (20/9). Menyambut hari World Cleanup Day (WCD) 2021, DPP LDII menghelat kampanye pilah sampah dari rumah. Menurut Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, penyelesaian sampah harus dari hulu yakni rumah tangga. WCD 2021 jadi momentum LDII untuk mengedukasi warganya, memilah sampah untuk mengatasi persoalan lingkungan global.
Ketua Lembaga Pemulihan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH SDA MUI), Hayu S. Prabowo mengapresiasi DPP LDII, sebagai ormas Islam yang peduli dengan persoalan lingkungan hidup.
Tidak hanya perhatian, menurutnya LDII selalu berkomitmen serta memiliki agenda pelaksanaan yang konsisten, dimana masih sedikit organisasi keagamaan yang pimpinan tertingginya memiliki perhatian penuh terhadap lingkungan hidup.
“Karena yang diurus oleh pegiat lingkungan hidup umumnya yang kotor-kotor, bau-bau. Selain itu kita perlu menyiapkan tenaga dan biaya. Seperti halnya kita membersihkan lingkungan kita sendiri, jadi tidak ada yang bayar. Itu umumnya yang terjadi di organisasi kita apabila kita masuk dalam kegiatan atau program lingkungan hidup,” kata Hayu Prabowo, saat acara “Gerakan World Cleanup Day Indonesia (WCDI) 2021 Bersama Warga LDII”, pada Minggu (19/9).
Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di tahun 2020, 54 persen dari total sampah plastik masih terbuang di lingkungan, termasuk terbuang di air. Ketua LPLH SDA MUI menyayangkan perilaku warga yang membuang sampah di tempat-tempat yang terdapat air seperti, selokan, sungai, maupun laut. Ia menegaskan membuang sampah di air adalah dosa yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
“Padahal ada hadist Rasulullah SAW yang menyatakan: ‘Takutlah pada tiga tempat yang dilaknat. Membuang kotoran pada sumber air yang mengalir, di jalan dan di tempat berteduh. Kita lihat bagaimana sampah-sampah kita di sungai. Itu adalah dosa yang nanti bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Selain di sungai, LPLH MUI juga memberi perhatian pada sampah, terutama sampah plastik di laut yang tidak hanya susah terdegradasi, tapi juga dapat menimbulkan dampak kesehatan. Sebagaimana diketahui, sampah laut berasal juga berasal dari produk-produk rumah tangga masyarakat seperti pasta gigi, pencuci muka, deterjen dan lainnya yang mengalir lewat sungai.
“Isi material (produk rumah tangga) tersebut terdapat mikroplastik. Kita nyuci, gosok gigi, cuci muka, kita buang ke got, dari got ke kali, dari kali ke sungai, dari sungai ke laut,” ujarnya.
Material plastik tersebut akan berubah menjadi partikel yang lebih kecil di laut setelah proses degradasi, dimana laut mengandung garam yang biasa dikonsumsi oleh manusia dalam makanan, lewat serangkaian proses. Oleh karena itu, sampah plastik juga dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi masyarakat.
“Mikro plastik kalau termakan bukan hanya masuk ke lambung saja, untuk nano plastik bisa sampai masuk pembuluh darah. Inilah yang menjadi perhatian kita semua. Karena begitu mikro dan nano plastik masuk ke laut, garam kita kan asalnya dari laut. Sekarang itu 90 persen garam dapur sudah tercemar plastik. Ini suatu hal yang sangat menakutkan,” ujarnya.
Menurutnya dibutuhkan paradigma baru dalam pengelolaan sampah di Indonesia, karena pembuangan sampah di TPS bebannya sudah sangat berat. Sehingga Indonesia perlu membalik kebiasaan warga, dengan melakukan pemilahan sampah dari rumah.
“Muara daripada sampah adalah perilaku kehidupan kita semuanya. Perilaku sebagai sumber sampah. Jadi bagaimana kita mengurangi timbulan sampah itu, lalu memilah sampah, agar sampah yang masih bisa digunakan kita manfaatkan kembali,” ujarnya.
MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 47 tahun 2014 tentang Pengelolaan sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu ketentuannya adalah setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindari perbuatan tabzir dan isrof.
Hayu Prabowo menjelaskan perilaku ‘tabzir’ adalah menyia-nyiakan barang atau harta yang masih bisa dimanfaatkan menurut ketentuan syari atau kebiasaan umum di masyarakat. Sedangkan ‘isrof’ adalah tindakan yang berlebih-lebihan dalam penggunaan barang atau harta, karena itu adalah sumber dari timbulnya permasalahan sampah.
“Indonesia terkenal sebagai pembuang makanan terbesar nomor dua di dunia. Kita juga pembuang sampah plastik terbesar nomor dua di dunia,” ujarnya.
Perhelatan “Gerakan World Cleanup Day Indonesia (WCDI) 2021 Bersama Warga LDII”, juga menghadirkan Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar IPM dan Ketua World Cleanup Day Indonesia (WCDI), Agustina Iskandar. Mereka mengapresiasi langkah LDII mendorong warganya memilah sampah dari rumah.
Mewakili KLHK, Novrizal memberikan respon positif terkait aktivitas dalam menyadarkan masyarakat yang telah dilakukan oleh LDII. LDII sebagai sebuah organisasi struktural yang memiliki jaringan luas dari pusat hingga ke daerah-daerah tentu memiliki potensi yang sangat besar dalam mendorong perubahan mindset dan perilaku publik.
“Apa yang telah dilakukan oleh LDII dalam konteks WCDI telah menjadi bagian dari komponen bangsa Indonesia yang ikut mencerahkan, membangun peradaban baru dan membangun perilaku berwawasan lingkungan dalam pengelolaan sampah di Indonesia,” jelas Novrizal.
Sementara Agustina mengatakan dirinya mengapresiasi warga LDII memanfaatkan besek sebagai wadah pada saat pembagian daging kurban. Selain itu juga gerakan terkoordinasi di berbagai daerah bahkan mengikutsertakan aksi cleanup dan pilah sampah di pondok pesantren.
“Tentunya dengan momentum bersama ini, Indonesia bukan tidak mungkin bersih dari sampah pada 2025 nanti. Kami bangga LDII bisa mengajak aksi ini dari level daerah hingga tingkat kecamatan,” kata Agustina.
Masalahnya Ada di Hulu
Saat membuka “Gerakan World Cleanup Day Indonesia (WCDI) 2021 Bersama Warga LDII”, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso menyampaikan keprihatinannya. Ia mengutip data National Plastic Action Partnership, volume plastik sampah di indonesia pada tahun 2020 sudah mencapai 6,8 juta ton dan tumbuh sebesar lima persen setiap tahun.
“Persoalan sampah itu seharusnya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, karena sampah itu berawal dari kita masyarakat, dan kita yang berada di ujung itu harus melakukan pemilahan secara bijak,” kata KH Chriswanto.
Ia juga menyitir data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang pada 2019 mencatat timbunan sampah mencapai 67,8 juta ton per tahun yang terdiri dari sampah organik 57 persen, sampah plastik sebesar 15 persen dan kertas 11 persen sedangkan lainnya sekitar 17 persen.
“Tentu kita ingin menjaga lingkungan ini jauh lebih baik, maka kami mengajak lagi dalam rangka hari bersih-bersih sampah dunia untuk mulai memilah sampah dengan benar, bukan hanya membersihkan dunia, insyaallah ini bisa juga menjadi penopang ekonomi warga.” imbuhnya.
Menurutnya, untuk peduli terhadap lingkungan, DPP LDII telah membentuk Kader Gemilang. Mereka adalah pemuda yang peduli lingkungan hidup, “Kami juga mendorong pondok-pondok pesantren melestarikan lingkungan dengan mengolah dan memilah sampah,” ujarnya. Menurutnya sampah yang tak dikelola dengan baik, bisa merusak lingkungan.
Sementara itu, Ketua DPP LDII Koordinator Bidang Departemen Litbang, IPTEK, Sumber Daya Alam dan Lingkungan (LISDAL) Sudarsono mengatakan manusia akan selalu menghasilkan sampah, “Sayangnya, masih banyak manusia yang mempunyai anggapan bahwa asalkan sampah yang dihasilkan sudah tidak ada di rumahnya, maka otomatis masalah sampah telah hilang,” ujar Sudarsono yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor.
Padahal kenyataannya, sampah tersebut tidak hilang dan ujung-ujungnya akan berakhir di suatu tempat, “Bayangkan kalau satu keluarga rata-rata menghasilkan sampah organik setengah kilogram dan sampah anorganik satu ons per hari. Satu kampung yang terdiri atas 1.000 anggota keluarga akan menghasilkan setengah ton sampah organik dan satu kwintal sampah anorganik per hari,” paparnya.
Bila dikalikan 365 hari dalam setahun dan bayangkan berapa timbulan sampah yang dihasilkan? “Oleh karenanya, sampah sampai saat ini masih selalu menjadi masalah, terutama di perkotaan,” pungkasnya.
DPP LDII, menurutnya melihat rumah tangga memiliki peran strategis dalam penanganan sampah di hulu. Katanya, bila setiap keluarga mampu menangani sampah organiknya sendiri di rumah masing-masing dan tidak harus berakhir di TPA, maka sebagian besar masalah sampah sudah teratasi.
“Sisanya, sampah anorganik yang ada bisa dipilah mana yang dapat di-upcycle (didonasikan kepada pengguna yang lain), di-recycle (diolah kembali) dan sisa yang tidak termanfaatkan baru ditangani khusus. Insya Allah masalah sampah dapat teratasi,” urainya.
Menurutnya, kita hanya memiliki bumi yang satu, tempat seluruh umat manusia tinggal, beribadah, bekerja, berkeluarga, dan membangun peradaban. Untuk itu masyarakat harus ikut aktif mengelola sampah dan peduli lingkungan demi bumi yang lestari.